Memahami Kasus L/C Bank BNI dari Aspek Teknis Perbankan
Sutan Remy Sjahdeini
KASUS manipulasi surat kredit (letter of credit) yang
terjadi di PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk makin banyak diberitakan di
berbagai media cetak dan elektronik. Pemberitaan yang makin meluas tersebut
bukannya makin membuat kejelasan bagi masyarakat mengenai apa yang sebenarnya
terjadi, tetapi makin membingungkan. Banyak pertanyaan timbul bagi orang awam
yang menyangkut teknik operasionalisasi L/C dan aspek hukumnya. Dalam tulisan
ini, penulis akan memberikan ulasan mengenai kasus ini dilihat dari teknik
perbankan yang menyangkut operasionalisasi L/C dan aspek hukumnya.
KASUS bermula dari diterimanya L/C bernilai Rp 1,7
triliun oleh Bank BNI Cabang Kebayoran Baru. L/C tersebut dibuka oleh bank-bank
yang selain bukan merupakan koresponden Bank BNI, juga bank-bank yang berasal
dari negara-negara dalam kategori berisiko tinggi (high risk countries).
Bank-bank
tersebut adalah Dubai Bank Kenya Limited; Rosbank Switzerland SA; Middle East
Bank Kenya Ltd; dan The Wall Street Banking Corp, Cook Islands Beneficiary
(eksportir). Sementara yang menerima L/C adalah perusahaan-perusahaan dalam
Gramarindo Group dan Petindo Group. Komoditas yang diekspor adalah pasir kuarsa
dan residu minyak dengan negara tujuan Kenya dan beberapa negara di Afrika.
Apa yang
seharusnya dilakukan kantor cabang bank penerima L/C (dalam hal ini BNI
Kebayoran Baru) ketika menerima dan menegosiasi L/C tersebut? Bank BNI memiliki
buku pedoman perusahaan (BPP) yang merupakan buku pegangan kerja bagi setiap
petugas, termasuk sistem pengamanan L/C.
Sebelum
L/C tersebut diteruskan kepada eksportir, pertama-tama yang harus dilakukan
Bank BNI Kebayoran Baru adalah membuat/mengisi work sheet. Work sheet tersebut
merupakan lembaran catatan bank yang akan selalu diisi dan menjadi pedoman
petugas-petugas bank dalam menangani L/C tersebut, yaitu mulai dari saat L/C
itu diterima sampai saat L/C itu dinegosiasikan dan dibayar.
Dengan
kata lain, work sheet itu harus selalu berada di dalam pending file. Dalam work
sheet itu harus dicatat hal-hal yang menyangkut rincian L/C.
Antara
lain siapa bank pembuka (issuing atau opening bank), nomor dan tanggal L/C,
siapa eksportirnya, untuk komoditas apa (barang yang diekspor), berapa jumlah
satuan atau beratnya, berapa nilainya dan dalam mata uang apa, batas waktu L/C
(expiry date), dan batas waktu tanggal bill of lading (dokumen pengangkutan
kapal).
Selain
itu, dicatat pula apa syarat-syarat L/C, antara lain apakah L/C itu merupakan
usance L/C (artinya, wesel
ekspor yang harus dibuat eksportir adalah wesel
ekspor berjangka yang harus dibayar importir dalam jangka waktu tertentu,
misalnya 90 hari setelah wesel
itu diterima importir).
Atau L/C
tersebut merupakan sight L/C (artinya, wesel ekspor yang harus dibuat oleh
eksportir adalah wesel
ekspor yang harus segera dibayar seketika wesel
itu diterima importir).
Atau
mungkin juga itu merupakan standby L/C (SBLC), yakni L/C yang berfungsi sebagai
jaminan untuk pembiayaan yang diberikan bank pembuka L/C kepada beneficiary
L/C. Dalam kasus Bank BNI, L/C tersebut merupakan usance L/C dan SBLC.
Dicatat
pula dalam work sheet tersebut adalah dokumen-dokumen apa saja selain wesel ekspor yang harus
diserahkan oleh eksportir kepada negotiating bank atau paying bank (bank
pembayar, dalam hal ini Bank BNI Kebayoran Baru).
Dalam
work sheet, bank penerima L/C harus mencatat keganjilan-keganjilan
(unusualities) dilihat dari ketentuan intern bank penerima (dalam hal ini Bank
BNI), kebiasaan-kebiasaan yang berlaku bagi transaksi bisnis yang terkait
dengan transaksi L/C tersebut, dari ketentuan Bank Indonesia, dari UCP 500
(ketentuan internasional yang mengatur tentang L/C), dari peraturan
perundang-undangan Indonesia.
Pada
waktu bank penerima melakukan negosiasi (mengambil alih) wesel ekspor dan
dokumen-dokumen ekspor lainnya, petugas bank harus memeriksa apakah
dokumen-dokumen yang diserahkan eksportir terdapat kesesuaian (comply with)
dengan syarat-syarat L/C.
Yang dimaksudkan dengan mengambil alih wesel ekspor
berjangka tersebut dengan mendiskonto adalah membayar harga wesel sekarang
dengan harga yang lebih murah daripada nilainya karena bank baru bisa
memperoleh pembayaran untuk nilai penuh wesel itu pada jatuh waktunya yang
masih beberapa bulan lagi (pada umumnya 90 hari setelah wesel diterima oleh
bank pembuka L/C).
Sepengetahuan penulis, sistem dan prosedur pengamanan
transaksi L/C, khususnya di bank-bank BUMN, termasuk Bank BNI, cukup baik
karena telah dibangun dan disempurnakan selama bertahun-tahun, antara lain
berdasarkan pengalaman- pengalaman pahit masa lampau.
Akan tetapi, sistem pengamanan yang baik saja tidak
cukup. Masih diperlukan sikap dari para petugasnya. Sekalipun sistem pengamanan
sudah demikian baik, tetapi apabila para petugas bank sengaja melanggar sistem
dan prosedur dengan tujuan yang tidak baik, bank akan kebobolan juga.
Bank selalu dihadapkan pada pilihan dilematis antara
pengamanan dan pelayanan kepada nasabah. Pengamanan yang terlalu ketat akan
menghasilkan pelayanan yang mengecewakan nasabah.
Sebaliknya, pelayanan yang dirasakan sangat memuaskan
nasabah akan mengorbankan sistem pengamanan. Menghadapi dilema ini, bank harus
bijak dan mampu membangun prosedur kerja yang tetap dapat menjamin keamanan,
namun pelayanan bank memuaskan bagi nasabah.
Dari penelitian, ternyata transaksi dalam kasus Bank BNI
ini merupakan transaksi bermasalah dengan indikasi transaksi tersebut dilakukan
tanpa mengikuti ketentuan intern Bank BNI. Transaksi usance L/C kedua grup
usaha yang menjadi beneficiary telah dinegosiasikan oleh Bank BNI Kebayoran
Baru dengan diskonto tanpa didahului adanya akseptasi dari bank penerbit.
Di samping itu, dokumen-dokumen L/C mengandung
penyimpangan dan negosiasi L/C dilakukan tanpa kelengkapan dokumen.
Berdasarkan
hasil investigasi yang dilakukan oleh kantor besar Bank BNI, para eksportir,
yaitu perusahaan-perusahaan yang termasuk Gramarindo Group dan Petindo Group
ternyata telah melakukan ekspor fiktif.
Hal ini
terungkap antara lain dari hasil verifikasi kepada Pejabat Bea Cukai cabang Belitung menyangkut Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)
Gramarindo Group, Pejabat Bea Cukai cabang Belitung
menyatakan bahwa PEB tersebut palsu.
Sementara
itu pula, penyelesaian pembayaran hasil transaksi ekspor (proceed) dari
beberapa slip L/C tersebut yang telah dinegosiasikan dilakukan bukan oleh bank
pembuka L/C (issuing bank), melainkan dilakukan oleh para eksportir sendiri
dengan cara melakukan penyetoran atau melalui pendebetan rekening para
eksportir tersebut.
Sebagaimana
diketahui, atas laporan kantor besar Bank BNI pada tanggal 30 September 2003,
pihak kepolisian telah menahan pegawai Bank BNI Kebayoran Baru yang terlibat,
yaitu Koesadiyuwono (mantan pemimpin cabang Bank BNI Kebayoran Baru) dan Edi
Santoso (mantan Customer Service Manager Luar Negeri cabang Bank BNI Kebayoran
Baru).
Sutan Remy Sjahdeini Guru Besar Hukum Perbankan dan
Mantan Bankir
Analisis :
1. Pembeli
( Importir ) : manipulasi surat
kredit (letter of credit) yang terjadi di PT Bank Negara Indonesia (Persero)
Tbk makin banyak diberitakan di berbagai media cetak dan elektronik. bermula
dari diterimanya L/C bernilai Rp 1,7 triliun oleh Bank BNI Cabang Kebayoran
Baru.
2. Penjual
( Eksportir ) : L/C tersebut dibuka oleh bank-bank yang selain bukan merupakan koresponden
Bank BNI, juga bank-bank yang berasal dari negara-negara dalam kategori
berisiko tinggi (high risk countries). Bank-bank tersebut adalah Dubai Bank Kenya Limited;
Rosbank Switzerland SA; Middle East Bank Kenya Ltd; dan The Wall Street Banking
Corp, Cook Islands Beneficiary.
3. Bank
Eksportir ( Nama Bank ) : Bank-bank tersebut adalah Dubai Bank Kenya Limited; Rosbank
Switzerland SA; Middle East Bank Kenya Ltd; dan The Wall Street Banking Corp,
Cook Islands Beneficiary. Berdasarkan hasil investigasi
yang dilakukan oleh kantor besar Bank BNI, para eksportir, yaitu
perusahaan-perusahaan yang termasuk Gramarindo Group dan Petindo Group ternyata
telah melakukan ekspor fiktif.
4. Bank
Importir ( Nama Bank ) :
PT. Bank BNI Cabang Kebayoran Baru.
5.
Barang yg di perjual belikan : Pengambilan alih surat wesel .