Jumat, 03 Mei 2013

Ketergantungan pada Ekspor Primer



Jepang adalah tujuan utama ekspor energi Indonesia, yang saat ini merupakan pengekspor minyak mentah terbesar di  kawasan Australasia, pengekspor batubara nomer tiga di dunia, dan pengekspor gas alam cair (LNG) terbesar di dunia. Sekitar separuh dari ekspor minyak mentah, lebih seperempat ekspor batubara dan lebih tiga per empat ekspor gas alam  cair Indonesia dikirim ke Jepang. Bahkan sebelum memasok ke Korea (1986) dan Taiwan (1990), seluruh produksi gas  alam cair Indonesia diekspor ke negeri yang sangat mementingkan penggunaan bahan bakar akrab lingkungan itu. Dari  sisi Jepang, dimana energi merupakan kehidupan ekonominya, pangsa Indonesia dalam impor minyak bumi, batubara dan gas alam adalah sekitar 10 persen, 7 persen dan 50 persen. Dari keseluruhan pasokan energi primer
Jepang, impor dari Indonesia menyumbang sekitar 12 persen, angka cukup penting karena Jepang adalah konsumen energi nomer empat terbesar di dunia.
Langkah utama Jepang mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil adalah memanfaatkan nuklir, dengan  rencana meningkatkan pangsa pembangkitan listrik tenaga nuklir menjadi 42 persen di tahun 2010 (METI, Jepang).  Dengan beroperasinya pembangkit di Shika tahun 2006 dan 9 reaktor baru di tahun 2008, pada tahun diawalinya  penerapan Protokol Kyoto, kapasitas pembangkitan tenaga nuklir direncanakan mencapai 54.3 GW (lebih dua kali dari  seluruh kapasitas pembangkitan PT PLN sekarang). Langkah lain adalah meningkatkan pemakaian tenaga matahari, air,  dan sumber-sumber energi terbarukan (renewables) lainnya. Meningkatkan efisiensi teknologi, mengurangi industri berat,  mengarahkan pengembangan industri ke yang tidak boros energi, menyubsidi pengembangan teknologi batubara bersih,  memassalkan angkutan umum berpolusi rendah serta menerapkan baku lingkungan yang makin ketat juga menjadi  kebijakan Namun bagi Jepang, negara yang efisiensi pemanfaatan energi dan baku lingkungannya telah terdepan di  dunia, langkah-langkah efisiensi teknologi dan pengetatan baku lingkungan tidak diharap banyak menyumbang  dibandingkan upaya mengurangi konsumsi bahan bakar fosil. Bagi negara pemasok bahan bakar fosil seperti Indonesia, langkah terakhir dapat berarti pengurangan pendapatan ekspor.
Tantangan eskpor minyak mentah Indonesia ke Jepang nanti adalah persaingan ketat untuk memperebutkan permintaan  yang relatif menurun. Prioritas Jepang terletak pada mutu tinggi (unsur polusi rendah) dan jaminan pasokan jangka  panjang, dengan kemungkinan kawasan Timur Tengah menjadi pemasok utama. Hanya batubara dengan kadar emisi  (karbon dan sulfur) rendah dan berkalori tinggi saja yang nanti dapat menembus Jepang. Walaupun gas  alam akan  semakin dipilih dibandingkan bahan bakar fosil lain, namun upaya Indonesia memasok LNG akan dihambat oleh upaya   Jepang mengimpor gas alam melalui pembangunan jaringan pipa dari pulau Sakhalin, daratan Rusia, dan Timur Tengah.
Peluang lain untuk mengkompensasi penurunan pendapatan dari eskpor energi ke Jepang ada di dalam negeri sendiri.  Kini ada momentum untuk membenahi lagi struktur industri perminyakan agar dapat memberi sumbangan lebih besar  kepada negara. Efisiensi pengelolaan industri batubara nasional masih jauh dapat ditingkatkan, kebijakan harga energi
nasional perlu ditata kembali. Debat lama pemanfaatan gas alam untuk melulu diekspor atau digunakan sebagai bahan  bakar dan pengembangan industri petrokimia di dalam negeri perlu diungkap kembali. (Juga, apakah kita perlu terus  membiarkan energi bermutu tinggi kita itu untuk dinikmati lebih banyak oleh Jepang atau Korea? Tidakkah mutu  lingkungan, derajat kesehatan dan kecerdasan anak bangsa -yang terhambat karena pemakaian bahan bakar bermutu  rendah- dapat diberikan bobot lebih penting?)
Prospek hubungan Indonesia-Jepang di bidang energi mendatang adalah melaksanakan gmekanisme pembangunan  bersih (clean development mechanism), suatu mekanisme yang digagaskan oleh Protokol Kyoto untuk mewadahi kerja sama pengelolaan energi-lingkungan-ekonomi antar negara seperti Indonesia-Jepang. Mekanisme pembangunan  bersih adalah sesuatu yang menjanjikan, namun jalan panjang nampaknya masih harus dilalui sebelum gagasan Protokol Kyoto itu nantinya dapat diterapkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar